Pada halaman tengah diaryku, kisah
ini bermula. Aku menemukan sahabat terbaikku, namanya Vanny. Dia jelas bukan
seorang malaikat, namun aku dapat melihat semua kebaikan yang memancar dari
setiap lekuk raut wajahnya. Aku bertemu dengannya pertama kali saat kegiatan
MOS di sekolah baruku.
Saat itu adalah pertama kalinya aku
bertemu dengan Vanny. Tatapan matanya saat itu masih teringat jelas dalam
memoriku. Senyumannya yang begitu tenang dan damai mampu memukau siapa saja.
“ kenalin, aku Vanny. Aku masuk
kelompok 3A ”, kata Vanny memperkenalkan dirinya padaku.
“ aku Farhan, low boleh tau lo tinggal di
mana? “, tanyaku pada Vanny.
“ aku aslinya dari Yogjakarta, tapi di sini
aku tinggal di rumah nenekku ”.
Sebelum Vanny menyelesaikan pembicaraannya,
bel sekolah berbunyi, tanda peserta MOS harus segera berkumpul di lapangan
sekolah untuk diberikan arahan dan himbauan dari kepala sekolah.
Memang sungguh ribet dan susah harus
kembali menjadi peserta MOS yang harus menggunakan pakaian aneh yang sungguh
menyebalkan itu. Seperti harus memakai kaos kaki yang berbeda warnanya, tasnya
menggunakan kantong kresek berwarna belang, pake topi dari kardus, apalagi
harus pakai papan nama dari kardus yang norak abis. Memang, sungguh membosankan
dan menyebalkan ketika berada di moment moment MOS seperti ini.
Saat semua peserta MOS sedang
berkumpul di lapangan, aku malah asyik sendiri memperhatikan Vanny yang ada di
sebelah kanan barisanku. Ketika sedang asyik memperhatikan Vanny, ternyata
banyak sekali pengarahan yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Sungguh menyesal
sekali aku tidak mendengarkannya. Padahal banyak sekali manfaatnya bagi seorang
pelajar sepertiku. Setelah beberapa saat kemudian, semua peserta MOS dibubarkan
oleh Kakak- kakak OSIS.
Keesokan harinya, seluruh peserta
MOS gempar. Berita mengenai progam placement
class di sekolahku kini menjadi Tranding
topic yang ramai dibicarakan di antara teman-temanku. Benar saja,
puncaknya, pagi itu ada pengumuman mengenai hasil placement test yang sudah
kami jalani sebelumnya. Semua murid baru berlarian menuju papan pengumuman
untuk melihat hasil placement test kemarin.
Tidak mau kalah, Aku dan Vanny juga
ikut berkerumun di depan papan pengumuman. Tapi sayang, Aku dan Vanny mendapatkan
kelas yang berbeda. Kemudian, tiba-tiba salah seorang murid baru berlari dan
dengan tidak sengaja menabrak Vanny dari belakang. Vanny terjatuh menuju ke
arahku. Aku yang masih lugu dan polos ini pun hanya terdiam dan terdiam. Nervous abis dech. Karena posisi Vanny
yang hanya dibatasi oleh tas yang digendongnya. Vanny hanya tersenyum
memandangiku. Aku segera mengakhiri lamunanku. Aku membantu Vanny untuk
berdiri.
Hari pun berganti bulan, Aku dan Vanny
sudah menjadi teman yang sangat akrab. Kami sering pergi ke kantin bersama,
pergi ke perpustakaan bersama, dan tidak jarang kami juga pulang bersama. Kini
masa sekolahku terasa tidak begitu membosankan sejak aku berteman dengan Vanny.
Kicauan burung menari-nari di
angkasa, sungguh indah bila memandangnya. Embun pagi menyejukkan hati, semerbak
wangi mawar menyegarkan pikiranku. Indahnya alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
tak ada yang bisa menandingiNYA. Ricuhan murid- murid SMP bagaikan
burung-burung yang sedang bernyanyi. Tiba-tiba Vanny menghampiriku.
“ Han, ntar malem bisa ndak ke
rumahku?, kita belajar kelompok. Aku gak bisa belajar sendirian “.
“ iya, boleh aja. Jam berapa? ”.
“ ntar malem aja jam 7 “.
“ iya, ntar aku usahain deh“.
“ Ok. Sampai jumpa ntar malem yah J“.
Bel sekolah pun berbunyi tanda waktu
pelajaran dimulai. Aku pergi meninggalkan Vanny dan bergegas masuk ke dalam
kelasku. Vanny kemudian berlari menghampiri teman-teman satu kelasnya. Mereka
segera masuk ke dalam kelas untuk memulai pelajaran pagi hari ini.
Sepinya hari ini terasa lebih sunyi,
seolah tak ada suara gaduh sedikit pun. Tidak ada suara ribut murid SMP yang
meramaikan sekolah. Mereka sangat tenang mengikuti setiap pelajaran di sekolah.
Bel istirahat pun berbunyi. Murid-murid
sekolah bagai kerumunan burung yang keluar dari sarangnya. Mereka
berbondong-bondong berlarian menuju kantin gaul Bu Ida. Namun aku tidak berniat
pergi ke kantin. Aku lebih memilih duduk di kelas sambil mendengarkan lagu di
MP3-ku.
“ aku tanpamu… butiran debuu... “,
masih terus mengalun merdu dari MP3-ku. Mulutku ikut komat-kamit mengikuti
irama lagu ini. Aku terlihat sangat menjiwai lagu ini. Memang ada yang lain dalam
diriku setelah 1 tahun persahabatanku dengan Vanny berjalan. Hufftt.., tidak
terasa 1 tahun sudah aku berada di sekolah ini. Sudah 1 tahun ini juga aku
berteman dengan Vanny. Susah senang kami lalui
bersama. Vanny memang sahabatku yang baik dan manis. Memang begitu kok
kenyataannya. Bukan karena aku yang terlalu berlebihan menilainya. Sahabat yang
di saat duka selalu menghibur dan di saat suka selalu hadir ‘tuk berbagi tawa. Vanny
pernah bilang kalau semua saran dariku selalu diturutinya dan begitu pun sebaliknya.
Pokoknya di mana ada aku di situ ada Vanny.
Pada malam harinya, aku segera pergi
ke rumah Vanny. Rumahnya memang sedikit jauh dari rumahku. Sekitar 10 Blok dari
rumahku. Hembusan angin malam yang begitu kencang membuat suasana malam menjadi
semakin dingin. Tetapi begitu aku harus segera pergi ke rumah Vanny. Aku sudah
berjanji kepadanya. Aku bergegas mengayuh sepedaku. Setibanya di sana Vanny sudah menunggu
di depan teras rumahnya.
“ Lama banget sih.. “, gerutunya.
“ iya maaf deh, udah lama nunggu ya?
“.
“ ya nggak juga sih, yuk masuk ke
dalam “, Vanny mempersilahkan aku masuk.
“ maaf ya, kamarku berantakan banget
nih “.
“ ieh, jorok banget sih, hehe.. ya
udah gak apa-apa “.
Vanny mengambil buku PR matematikanya
dan kami mulai mengerjakan soal demi soal. Eh, taunya pas soal nomor 6 Vanny
udah gak bisa ngerjain.
“ gimana nih, Han?, susah amat yak..
bantuin dong “.
“ oh, kamu cari Radiannya dulu, abis
tu tinggal dikali ama sudut lancipnya, gampang kan “.
“ oh, gitu, makasih ya “.
“ iya sama-sama “.
Kami berdua mengerjakan tugas
bersama-sama. Dan akhirnya tugas Matematika dan Biologi kami sudah selesai
sebelum jam 9 malam. Aku pun berpamitan kepada Vanny. Setelah itu, kami
berpisah. Di luar dugaan, Vanny memintaku ikut dengannya. Satu permintaan yang
sulit di tolak. Kami berdua menuju sebuah bangku taman yang ada di depan rumah
Vanny. Kami menikmati malam sambil duduk berdua di bangku itu sambil bertukar
cerita dan bercanda. Malam pun kian larut. Vanny mengantarku sampai ke depan
pintu gerbang rumahnya. Sesampainya di pintu gerbang, tiba-tiba Vanny menarik
tanganku.
“ eh, makasih ya, Han, kapan-kapan
main lagi dong “.
“ iya, minggu depan kan udah liburan, ntar aku main lagi ke sini
dech “.
“ ya udah, hati-hati di jalan ya “.
“ iya… “.
Ya begitulah, hampir setiap ada kesempatan
kami pasti bersama. Gak pernah ada pikiran yang “ aneh “. Gak ada perasaan
apa-apa termasuk Cinta !!.
Tapi yang membuat aku heran. kenapa Vanny
sampai saat ini belum juga punya cowok. Padahal kalo di pikir-pikir, Vanny gak terlalu
sulit untuk mendapatkan cowok. ‘Mang sih, Vanny adalah tipe cewe’ yang sulit
jatuh cinta. Gak sembarangan Vanny menilai seorang cowok. Ya memang, inilah
yang membuat aku semakin kagum padanya.
Kini canda dan tawanya adalah warna
dalam hidupku. Aku berharap masih bisa melihat senyum manis Vanny lebih lama
lagi. Aku tak ingin semuanya berlalu begitu cepat. Vanny juga merupakan salah
satu alasan yang buat aku betah di masa SMP yang aku anggap biasa aja. Aku
sekarang masih duduk manis di sampingnya menjadi teman biasa. Entah akankah
posisi itu berubah aku pun tak tahu. Tapi mungkin saja posisi itu bisa berubah.
Entah kapan pun itu. Only time will tell…
Sign up here with your email
Add your comment here ConversionConversion EmoticonEmoticon